Berbagi Ilmu tak ada salahnya. Ilmu terus berkembang tiap waktu. InsyaALLAH kan temukan hasil sesuai yang diharapkan. Dimohon dengan sangat, kiranya melakukan copy, mohon cantumkan link sebagai sumber

Rabu, 26 Desember 2012

SEJARAH MASA PEMERINTAHAN


SEJARAH
MASA PEMERINTAHAN

A.            Masa Pemerintahan KH.Abdurrahman Wahid
1.              Proses Pengangkatan Presiden KH. Abdurrahman Wahid
v   Pemilihan Umum Tahun 1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Pemilihan Umum Tahun 1999 merupakan pemilu pertama pasca mundurnya Presiden Suharto dari tampuk kekuasaan. Habibie, selaku pengganti Suharto, melaksanakan pemilu tiga tahun lebih cepat dari waktu yang seharusnya dijadwalkan, yaitu tahun 2002. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Selain itu percepatan pemilu hasil tekanan rakyat pada pemerintahan Habibie ini dikarenakan ia dipandang tidak memiliki legitimasi untuk memegang tampuk kekuasaan. Presiden Habibie dianggap publik sebagai bagian dari Orde Baru yang mestinya turut dilengserkan. Karenanya, hakekat pemilu 1999 pada dasarnya untuk membentuk legitimasi baru atas siapapun yang akan menjadi Presiden pasca mundurnya Suharto.
Diantara hal-hal paling menyolok pada fase setelah keruntuhan Orde Baru adalah kecilnya penolakan terhadap dibuangnya format politik dua partai satu Golkar dan dipekenalkannya sistem multi partai. Tiba-tiba demokrasi multipartai seolah dilihat sebagai satu-satunya pilihan yang berkelayakan. Hal ini mirip dengan November 1945, masa terakhir ketika partai politik tumbuh subur di Indonesia. Kemiripan itu adalah sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut: euphoria setelah berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik, banyaknya kepentingan politik yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak adanya otoritas politik yang punya kemauan mencegah hal itu. Bahkan pandangan lain menempatkan kelahiran lebih seratus partai politik dalam hitungan yang sangat singkat sebagai fenomena yang mengalahkan periode awal berkembangnya partai politik pasca Maklumat Nomor X Wakil Presiden.
Dengan pemilu dipercepat berarti yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelum-nya. Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan internasional.
Pemilu 1999 sering disebut sebagai pemilu transisi untuk masuk format politik yang lebih demokratis. Pemilu menjadi semacam simpang jalan: apakah proses politik itu terus setia pada jalur demokratisasi, berbelok jalan, atau bahkan berbalik arah sama sekali. Pengalaman transisi berbagai negara menunjukkan kemana pendulum transisi bergerak dari hasil pemilu.
Pemilu tahun 1999 diselenggarakkan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu kurang dari 5 bulan. KPU selaku penyelenggara pemilu dalam waktu yang singkat telah berhasil merumuskan lebih dari 136 peraturan dan keputusan tentang tata cara pemilu. Tidak hanya itu, KPU juga berhasil merencanakan dan menyelenggarakan pemilu secara relatif lebih lancar seperti yang diperintahkan Undang-undang.
Pemilu 1999 dapat disebut sebagai pemilu anti tesis pemilu-pemilu Orde Baru. Banyak aspek bertolak belakang dengan masa orde baru. Disebut demikian karena berbagai hal. Pertama, liberalisasi politik yang melahirkan 48 peserta pemilu menjadikan pemilu hampir diikuti oleh seluruh spektrum idiologi yang pernah ada di pentas politik berbasis kelas, seperti PRD, dan partai dengan jalur aliran seperti PBB, PDKB, dan PKD yang diharamkan selama Orde Baru berkuasa, muncul tanpa ada yang mempersoalkan apalagi mengkontrol. Pluralisme politik Indonesia benar-benar mengjawantah dalam partai yang berkompetensi dalam pemilu 1999.
Selanjutnya pemilu berusaha dibangun di atas spirit baru, yaitu Luber plus Jurdil. Diketahui bahwa pemilu pada Orde Baru dibangun asas LUBER (langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dengan mengabaikan aspek JURDIL (Jujur dan Adil) bagi penyelenggara maupun peserta pemilu. Juga netralitas birokrasi. Birokrasi yang selama Orde Baru dimobilisasi untuk mendukung dan menjadi bagian integral dari Golkar berusaha dinetralisasikan untuk tidak memihak salah satu partai politik. PNS tidak diperkenankan menjadi anggota dan pengurus partai politik. kalau ada PNS yang menjadi anggota atau pengurus partai politik harus mendapatkan ijin atasannya dan kemudian melepaskan jabatan negerinya.

v   Hasil Pemilu 1999
Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah Tingkat II di Sumatera Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.
Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan suara dan pembagian kursi pada Pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih Pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai tersebut adalah sebagai berikut:
v   Partai yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999.
Nomor
Nama Partai
1.
Partai Keadilan
2.
PNU
3.
PBI
4.
PDI
5.
Masyumi
6.
PNI Supeni
7.
Krisna
8.
Partai KAMI
9.
PKD
10.
PAY
11.
Partai MKGR
12.
PIB
13.
Partai SUNI
14.
PNBI
15.
PUDI
16.
PBN
17.
PKM
18.
PND
19
PADI
20.
PRD
21.
PPI
22.
PID
23.
Murba
24.
SPSI
25.
PUMI
26
PSP
27.
PARI
Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomen-dasi bahwa pemilu sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat tanggal 26 Juli 1999.
Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord. Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di KPU perbedaan pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi. Opsi pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya 12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.
Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada tanggal 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.
Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997. Selengkapnya hasil perhitungan pembagian kursi itu seperti terlihat dalam tabel di bawah.
No.
Nama Partai
Suara DPR
Kursi Tanpa SA
Kursi Dengan SA
1.
PDIP
35.689.073
153
154
2.
Golkar
23.741.749
120
120
3.
PPP
11.329.905
58
59
4.
PKB
13.336.982
51
51
5.
PAN
7.528.956
34
35
6.
PBB
2.049.708
13
13
7.
Partai Keadilan
1.436.565
7
6
8.
PKP
1.065.686
4
6
9.
PNU
679.179
5
3
10.
PDKB
550.846
5
3
11.
PBI
364.291
1
3
12.
PDI
345.720
2
2
13.
PP
655.052
1
1
14.
PDR
427.854
1
1
15.
PSII
375.920
1
1
16.
PNI Front Marhaenis
365.176
1
1
17.
PNI Massa Marhaen
345.629
1
1
18.
IPKI
328.654
1
1
19.
PKU
300.064
1
1
20.
Masyumi
456.718
1
-
21.
PKD
216.675
1
-
22.
PNI Supeni
377.137
-
-
23
Krisna
369.719
-
-
24.
Partai KAMI
289.489
-
-
25.
PUI
269.309
-
-
26.
PAY
213.979
-
-
27.
Partai Republik
328.564
-
-
28.
Partai MKGR
204.204
-
-
29.
PIB
192.712
-
-
30.
Partai SUNI
180.167
-
-
31.
PCD
168.087
-
-
32.
PSII 1905
152.820
-
-
33.
Masyumi Baru
152.589
-
-
34.
PNBI
149.136
-
-
35.
PUDI
140.980
-
-
36.
PBN
140.980
-
-
37.
PKM
104.385
-
-
38.
PND
96.984
-
-
39.
PADI
85.838
-
-
40.
PRD
78.730
-
-
41.
PPI
63.934
-
-
42.
PID
62.901
-
-
43.
Murba
62.006
-
-
44.
SPSI
61.105
-
-
45.
PUMI
49.839
-
-
46
PSP
49.807
-
-
47.
PARI
54.790
-
-
48.
PILAR
40.517
-
-
Jumlah
105.786.661
462
462
Catatan:
1.      Jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi mencapai 9.700.658. atau 9,17 persen dari suara yang sah.
2.      Apabila pembagian kursi dilakukan dengan sistem kombinasi jumlah partai yang mendapatkan kursi mencapai 37 partai dengan jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi hanya 706.447 atau 0,67 persen dari suara sah.
Cara pembagian kursi hasil pemilihan kali ini tetap memakai sistem proporsional dengan mengikuti varian Roget. Dalam sistem ini sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.
Tetapi cara penetapan calon terpilih berbeda dengan Pemilu sebelumnya, yakni dengan menentukan ranking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan. Apabila sejak Pemilu 1977 calon nomor urut pertama dalam daftar calon partai otomatis terpilih apabila partai itu mendapatkan kursi, maka kini calon terpillih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terba-nyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan. Dengan demikian seseorang calon, sebut saja si A, meski berada di urutan terbawah dari daftar calon, kalau dari daerahnya partai mendapatkan suara terbesar, maka dialah yang terpilih. Untuk cara penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II ini sama dengan cara yang dipergunakan pada Pemilu 1971.
Bagaimanapun penyelenggaraan Pemilu-pemilu tersebut merupakan pengalaman yang berharga. Sekarang, apakah pengalaman itu akan bermanfaat atau tidak semuanya sangat tergantung pada penggunaannya untuk masa-masa yang akan datang. Pemilu yang paling dekat adalah Pemilu 2004. Pengalaman tadi akan bisa dikatakan berharga apabila Pemilu 2004 nanti memang lebih baik daripada Pemilu 1999. Pemilu 1999 untuk banyak hal telah mendapat pujian dari berbagai pihak. Dengan pengalaman tersebut, sudah seharusnyalah kalau Pemilu 2004 mendatang lebih baik lagi.
2.             Sidang Umum MPR
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR.  Dalam suasana Sidang Umum MPR yang digelar dibawah pimpinan Ketua MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Pada Sidang Paripurna MPR XII,  mekanisme penolakan pertanggungjawaban Presiden Habibie oleh MPR dilakukan melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi presiden Republik Indonesia. Pada umumnya, masalah-masalah yang dipersoalkan oleh Fraksi-fraksi tersebut adalah masalah Timor-Timur, KKN termasukan pengusutan kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban Habibie, karena Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Habibie juga iklas terhadap penolakan pertanggungjawabannya oleh MPR. Menyusul penolakan MPR terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie dan pengunduran Habibie dalam bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman Wahid semakin solid, setelah calon PresidenYusril Ihza Mahendra dari Fraksi Partai Bulan Bintang mengundurkan diri melalui voting, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004. Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI B.J. Habibie.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional. ¹
Ada beberapa ketetapan dalam SU MPR 1999 yaitu sebagai berikut.²
1)  Ketetapan MPR No. I Tahun 1999 tentang perubahan kelima atas Ketetapan MPR RI No I/MPR/1983 Tentang peraturan tata tertib majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia.
2) Ketetapan MPR No. II Tahun 1999 tentang peraturan tata tertib MPR RI.
3)  Ketetapan MPR No.III Tahun 1999 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing Bacharudin Jusuf Habibie.
4)  Ketetapan MPR No.IV Tahun 1999 tentang garis-garis besar haluan negara tahun 1999-2004.
5)  Ketetapan MPR No.V Tahun 1999 tentang penentuan pendapat di Timur-Timur.
6)  Ketetapan MPR No.VI Tahun 1999 tentang tata cara pencalonan dan pemilihan presiden dan wakil presiden.
7)  Ketetapan MPR No.VII Tahun 1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
8)  Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
9)  Ketetapan MPR No.IX Tahun 1999 tentang penugasan badan pekerja MPR RI Untuk melanjutkan perubahan UUD 1945.

B.             Konflik Presiden dan MPR
BEBERAPA sikap dan per­ilaku yang tidak menarik diperton­tonkan oleh Gus Dur dihadapan publik ketika dinobatkan sebagai presiden. Antara lain mengada­kan kunjungan keluar negeri yang berlebihan dengan setumpuk ala­san pembenaran.
Menjalin hubungan persahaba­tan antar negara, mengundang in­vestor asing untuk menanamkan modal, Meminta dukungan negara sahabat untuk menjaga pecahnya negara kesatuan. Memperbaiki hubungan bilateral dan multilateral dan sejumlah argumen lain lagi.
Sementara disisi lain, pada saat yang bersamaan kondisi dalam negeri semakin mencekam dan mengenaskan atas beberapa peris­tiwa seperti; Sampit, Aceh, Papua. Poso. Isak tangis kelaparan jutaan rakyat pengungsi di NTT serta sulitnya jutaan keluarga mem­bendung terpaan badai krisis yang melilit rumah – rumah penduduk bangsa Indonesia sejak tahun 1997 hingga sekarang. Namun kondisi seperti ini hampir tak terjamahkan dan bahkan cenderung terabaikan.
Bukan itu saja bahkan Gus Dur sering mengumbar ucapan yang tidak patut di­lakukan oleh seorang pres­iden misalnya: Menstempel lembaga DPR sebagai taman kanak-kanak. Melontar kalimat sepele pada pejabat negara dengan ucapan “Kok begitu saja repot “. Masih sederetan lagi sikap dan perilaku yang dipertontonkan Gus Dur di masa pemerintahannya yang cukup membingungkan rakyat dan pejabat. Mengangkat Letnan Jendral Chaeruddin lsmail sebagai Wakapolri sementara presiden sendiri telah menghapus jabatan Wakapolri dalam struktur Polisi RI. Menonaktifkan Jendral Bimantoro selaku Kapolri tanpa persetujuan DPR. Bahkan Gus Dur nekat melantik Chaeruddin Ismail selaku PJS Kapolri meskipun tanpa tongkat komando yang tidak lazim dalam tradisi jabatan Kapolri. Inilah suatu sejarah baru yang ditoreh oleh KH. Abdurrahman Wahid selama masa pemerintahan­nya dan akan terus dikenang oleh berjuta juta anak bangsa sepanjang republic.
Melihat fakta-fakta ini yang akan berakibat fatal terhadap tatanan kelangsungan kehidupan berbang­sa dan bernegara yang terpelihara selama ini maka atas dasar desa­kan mosi tidak percaya dari DPR. Amien Rais bersama pimpinan MPR lainnya tergerak untuk menggelar sidang istimewa dengan dalil meminta pertanggung jawaban presiden selaku mandataris MPR yang direncanakan berlangsung pada 1 Agustus 2001.
Namun sikap ketua MPR terse­but tidak dipedulikan oleh Gus Dur bahkan justru presiden memberi­kan ancaman pada Amien Rais akan membubarkan MPR dan DPR bila agenda dalam sidang is­timewa tidak diubah. Di dalam piki­ran Gus Dur konflik yang terjadi antara DPR dengan presiden masih bisa diselesaikan dengan jalan ko­mpromi bukan dengan jalan sidang istimewa. Namun pikiran Gus Dur ini ditolak oleh Anggota MPR sebab Gus Dur selama pemerintah­annya sering mengingkari kesepa­katan yang telah dibuat bersama.
Karena tidak terjadi kompromi diantara Amien Rais dengan Gus Dur ditambah lagi Gus Dur berani menerobos ” lampu merah ” yang dipasang oleh DPR dengan melan­tik Jenderal Chaeruddin Ismail se­bagai P.IS Kapolri tanpa persetu­juan DPR maka anggota MPR (Minus FKB-FPDKB). Sepakat untuk mempercepat pelaksanaan sidang Istimewa MPR dari rencana tanggal 1 Agustus 2001 menja­di tanggal 21 Juli 2001. Percepatan pelaksanaan sidang istimewa ini serta agenda sidang tetap meminta pertanggungjawaban presiden, maka Gusdur selaku kepala negara /Panglima Tertinggi Angkatan Perang lagi-lagi menoreh sejarah hitam dalam ketatanega­raan Republik Indonesia yakni dengan mengeluarkan sebuah maklumat (Dekrit) pada hari se­nin tanggal 23 Juli 2001 pukul 01.10 Wib yang isinya antara lain: Membekukan MPR-DPR. Mengembalikan Kedaulatan Rakyat ke tangan Rakyat Indone­sia, dan Membentuk Badan-­Badan yang diserahkan untuk men­gadakan Pemilu Satu Tahun serta membekukan Partai Golkar sam­bil menunggu keputusan Mahka­mah Agung.
Keputusan ini sungguh merupa­kan suatu sejarah baru dalam ket­atanegaraan Republik Indonesia yang ditoreh oleh Abdurrahman Wahid selaku presiden sebab mak­lumat ini tidak memiliki arti apa-apa karena tidak didukung oleh TNI Polri dan rakyat pada umumnya bahkan maklumat tersebut dianulir oleh wasit (Mahkamah Agung) se­bagai tindakan yang tidak sah se­hingga maklumat itu hanyalah men­jadi “Kenangan Belaka”.
C.             Masa Pemerintahan Megawati
Megawati Soekarnoputri adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 200120 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan merupakan anak dari presiden Indonesia pertama. Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999. Pemilu 1999.
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Megawati dilantik pada 23 Juli 2001, sebelumnya dari tahun 1999-2001, ia menjabat Wakil Presiden di bawah Gus Dur. Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, diakannya pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia.
Kebijakan ekonomi di era Megawati:
1.       Secara faktual, pemerintahan Megawati menjalankan kebijakan privatisasi berdasarkan desakan dari luar, khsusunya IMF dan bank dunia. Bedanya, jika Megawati hanya melanjutkan kesepakatan yang dibuat pemerintahan sebelumnya, Habibie, melalui stuctrual adjustment program (SAP).
2.       Selain itu, pertimbangan melakukan privatisasi dijaman megawati adalah untuk mencari pendanaan untuk menutupi deficit APBN. Seperti diketahui, Megawati mewarisi sebuah kondisi ekonomi yang compang camping akibat krisis ekonomi 1997.
3.       Berdasarkan catatan kami, Periode 1991-2001, pemerintah Indonesia 14 kali memprivatisasi BUMN. Yang terprivatisasi 12 BUMN.
4.       Pada masa pemerintahan Megawati, kerjasama ekonomi dan politik luar negeri tidak begitu determinis di bawah kendali sebuah negara.
5.       Di masa pemerintahan Megawati, kerjasama ekonomi dan politik juga dilakukan diluar blok AS dan sekutunya, seperti kerjasama pembelian pesawat Sukhoi dengan Rusia dan kerjasama perdagangan dengan China.
6.       Selain itu, pemerintahan Megawati berusaha keras untuk keluar dari jebakan IMF. Hanya saja, usaha itu dibiaskan oleh Budiono, menteri keuangan waktu itu, dengan menandatangi post program monitoring (PPM) yang berarti melanjutkan campur tangan IMF secara sembunyi-sembunyi.
7.       Untuk perlindungan terhadap perempuan dan TKI di luar negeri, pemerintahan megawati pernah mengajukan tiga RUU, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan di Lingkungan Kerja dan Rumah Tangga, RUU Pekerja di Luar Negeri, dan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Perkembangan politik Indonesia di masa pemerintahan megawati, terkait tentang
1.             Konflik Poso
2.             Masalah terorisme
3.             Program dan kebijakan pemerintah
4.             Program pelaksanaan pemilu 2004
Perekonomian Indonesia masa pemerintahan Megawati , yakni :
Ketika dua minggu pertama pemerintahan Megawati, rupiah mengalami penguatan hingga menembus angka Rp. 8.650 per dolar AS. Tetapi harapan itu segera sirnah setelah menginjak bulan ketiga posisi rupiah kembali merosot ketingkat Rp. 10.250 per dolar AS.
Agenda utama perekonomian Indonesia masa pemerintahan megawati adalah upaya perbaikan hubungan dengan lembaga lembaga keuangan multilateral terutama IMF.
Ideologi Pendidikan dalam lingkaran neoliberalisme
Pembangunan yang diperjuangkan DPP-PDI Perjuangan adalah: pola pembangunan yangdiarahkan pada pertumbuhan yang berkeseimbangan, yang berdaya tahan, dan yangmampu melakukan kesinambungan secara sistemik.
Privatisasi BUMN
Di bidang ekonomi, pemerintah begitu memanjakan kekuatan asing. Perusahan negarayang strategis malah diobral murah satu per satu. Sebut saja Indosat, Telkom, Metrosel,Astra, Indofood, sejumlah stasiun TV, dan Garuda Indonesia.
Agenda reformasi yang terlupakan : ancaman disintegrasi
Terorisme sebagai isu global
Terhadap isu global memerangi apa yang disebut sebagai “terorisme”, pemerintahcenderung mengekor instruksi asing (Amerika Serikat dan sekutunya).
Pendidikan Murah : Sebagai Kemustahilan
Hasil survey CESDA-LP3ES Untuk penanganan masalah-masalah sosial – seperti pendidikan dan kesehatan, misalnya pemerintah Megawati dinilai kurang optimal.
Reformulasi Konsep Pendidikan
"Dunia pendidikan dapat memberi andil dengan membina kehidupan kerohanian disekolah dan di rumah tangga.
Mencabut Subsidi Masyarakat
Demo yang berupaya menggoyang pemerintahan Megawati menyusul kenaikan hargaBBM, TDL dan telepon ternyata tak menggoyahkan Mega.
KKN merajalela
Menjelang Pemilu 2004 diperkirakan akan semakin menggila. Kalangan mahasiswa layak kecewa. Tuntutan utama gerakan reformasi yang dimotori anak-anak muda ini tak bisadipenuhi Pemerintahan Megawati-Hamzah.
Beberapa Prestasi Megawati selama 3 tahun memeritah
1.    Menstabilkan fundamen ekonomi makro meliputi inflasi, BI rate, pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar, angka kemiskinan.
2.    Melakukan stabilisasi kondisi polhukkam dalam negeri peninggalan pemerintahan sebelumnya (1998-2001) yang penuh dgn “kegaduhan” sehingga Indonesia bisa kembali membangun.
3.    Memberikan kondisi yang kondusif bagi legislative untuk melakukan fungsi legislasinya sehingga banyak UU yang telah disahkan pada masa kepemimpinan mega dibandingkan masa pemerintah lain (HBB, GD, Sby).
4.     Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital diantaranya meliputi Tol Cipularang (Cikampek-bandung), Tol Cikunir, Jembatan Suramadu Jatim, Rel ganda Serpong – Jkt, Rel ganda Jakarta – Bandung & bnyk pembangunan infrastruktur lainnya.
5.    Mulai melakukan pemberantasan KKN diantaranya dengan keberanian me -nusakambang- kan dan memenjarakan kroni Soeharto (Tommy Soehato, Bob Hasan dan Probosutedjo) dan menangkap konglomerat bermasalah Nurdin Halid. KPK didirikan pada masa pemerintahan megawati.
6.    Berhasil menyehatkan perbankan nasional yang collapse setelah krisis ekonomi 1998 terbukti dengan dibubarkan BPPN pada Februari 2004 yang telah selesai melaksanakan tugasnya. Hasilnya bisa dirasakan saat ini perbankan nasional menjadi relative sehat.
7.    Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah keluar dari krisis ekonomi yg terjadi sejak tahun 1998 dan Indonesia yang lebih mandiri.
8.    Melakukan pemerataan pembangunan dengan membentuk provinsi baru berdasarkan kebutuhan yaitu Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
9.    Politik luar negeri yang lebih bebas dan aktif diantaranya dengan mengutuk agresi militer yg dilakukan AS ke Iraq dan menolak permintaan AS untuk menyerahkan Abu Bakar Baasyir ke AS.
10.    Berhasil membeli pesawat tempur Sukhoi dan heli Mi-35 dari Rusia tanpa perlu gembar gembor dan memberatkan APBN. Ini juga menjaga citra kemandirian Indonesia dari kooptasi Negara adi daya Amerika Serikat.
11.    Berhasil menghasilkan 45 milyar dolar AS dari penjualan LNG Tangguh ke China, Korea dan Meksiko selama 20 tahun ke depan. Harga kontrak dapat dievaluasi setiap 4 tahun.
12.    Berhasil mengungkapkan para pelaku terorisme diantaranya Bom Bali I dan II yang telah menewaskan ratusan orang yaitu dengan menangkap Amrozi, Imam samudra, Mukhlas dan Al faruq dan kasus pengeboman lain yaitu Bom JW marriot, Kedubes Australia dan Bom BEJ dan Medan
13.    Melakukan operasi kesejahteraan dan militer di Aceh yaitu dengan mengembalikan proporsi pendapatan dari Lapangan Arun sebagian besar kepada rakyat Aceh dgn status daerah Otonomi Khusus dan menangkap anggota GAM bersenjata sehingga jumlahnya hanya tinggal ratusan dan lari ke hutan. Indonesia juga berhasil menangkap dan mengadili ratusan anggota GAM dan para petinggi GAM di Indonesia yaitu Muzakir manaf, Irwandy Yusup dll dan memenjarakannya.
Selain prestasi-prestasi yang diraih, ada kegagalan dalam pemerintahan megawati, seperti :
Megawati dianggap gagal melaksanakan agenda reformasi dan tidak mampu mengatasi krisis bangsa. Menurut beberapa pengamat politik dan pemerintahan, kebijakan pemerintah Megawati sepanjang tahun 2002  cenderung mengabaikan aspirasi rakyat dan hanya berorientasi pada kepentingan kalangan tertentu serta tidak mampu melepaskan Indonesia dari tekanan pihak-pihak asing, kegagalan diplomasi Indonesia sehingga kepulauan Sipadan-Ligitan lepas dari Indonesia, serta kasus penjualan saham Indosat, gejala munculnya pola lama dalam pemerintahan Megawati yaitu pendekatan represif dalam menyelesaikan masalah dan sakralisasi lembaga kepresidenan, kegagalan partai politik yang terlibat dalam pemerintahan gotong royong dalam mengartikulasi kepentingan rakyat, tak ada upaya pemberantasan KKN, sebaliknya praktik korupsi makin terang-terangan dan meluas, kebijakan pemerintah yang memberi pengampunan terhadap sejumlah koruptor jelas mengingkari nilai keadilan
Kegagalan Pemerintahan Megawati dalam menjalankan Reformasi Birokrasi ini mengakibatkan kepercayaan rakyat terhadap Presiden Megawati menjadi menurun akibatnya dalam pemilihan Presiden secara langsung Rakyat menaruh harap perubahan pada pasangan SBY – JK.


D.            Pemilihan Umum Tahun 2004

v   Sejarah Pemilu 2004

Pemilihan Umum Tahun 2004
Dilaksanakan pada 5 April 2004
Jumlah Peserta : 24 partai
 Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan eksperimen demokrasi Indonesia baru. pemilu 2004 merupakan pemilu kedua setelah Presiden Suharto lengser, meskipun demikian, pada pemilu kedua ini memiliki perbedaan yang sangat jauh dalam banyak hal dengan pemilu 1999. Hal ini karena pemilu 2004 merupakan pemilu pertama setelah amandemen ke-4 UUD 1945. Melalui amandemen struktur politik Indonesia dirubah sedemikian rupa sehingga mempengaruhi proses rekruitmen elit politik.
Beberapa perubahan penting dalam amandemen yang berkaitan dengan pemilu adalah dalam hal mekanisme pemilihan presiden-wakil presiden dan dibentuknya lembaga baru yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perubahan terjadi juga pada pola rekruitmen kepala daerah yang efektif dilakukan setelah pemilu nasional 2004.
Menurut konstitusi 1945 hasil amandemen ke-4, pemilihan pasangan presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Konstitusi mengamanatkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh rakyat secara langsung melalui mekanisme pemilu.
Terkait dengan DPD, kehadiran lembaga ini menjadikan konsep perwakilan yang dianut Indonesia bergeser dari unicameral menjadi bicameral. Secara prinsip, konsep perwakilan yang ada di DPD, sesuai namanya, adalah wujud dari representasi ruang/daerah. Ide perwakilan ruang ini terbentuk untuk mengkompensasi kelemahan dalam perwakilan politik yang ada di DPR. Di dewan terjadi ketidak seimbangan antara perwakilan politik yang berasal dari Jawa dan luar Jawa. Akibatnya, jumlah wakil yang ada di DPR lebih banyak berasal dari daerah Pulau Jawa dibandingkan wakil dari daerah luar Pulau Jawa. Dengan hadirnya DPD, ketidak seimbangan itu berusaha diatasi.
Pemilu 2004 dapat dikatakan sebagai jalan yang sama sekali baru bagi Indonesia dalam menapaki demokrasi perwakilan. Kebaruan itu pada suatu sisi adalah akibat dari dampak perubahan konstitusi seperti yang disebutkan diatas, dan pada sisi yang lain adalah efek dari kebebasan terhadap metode berpolitik aktor-aktor politik dan civil society.

Hasil Pemungutan Suara :
No Urut
Nama Partai
Jumlah Suara
Jumlah Kursi
1.
PARTAI NASIONAL INDONESIA MARHAENISME 2004
923159
1
2.
PARTAI BURUH SOSIAL DEMOKRAT
636056
0
3.
PARTAI BULAN BINTANG 2004
2970487
11
4.
PARTAI MERDEKA 2004
842541
0
5.
PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN 2004
9248764
58
6.
PARTAI PERSATUAN DEMOKRASI KEBANGSAAN 2004
1313654
5
7.
PARTAI PERHIMPUNAN INDONESIA BARU 2004
672952
0
8.
PARTAI NASIONAL BANTENG KEMERDEKAAN 2004
1230455
1
9.
PARTAI DEMOKRAT 2004
8455225
57
10.
PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA 2004
1424240
1
11.
PARTAI PENEGAK DEMOKRASI INDONESIA 2004
855811
1
12.
PARTAI PERSATUAN NAHDATUL UMMAH INDONESIA 2004
895610
0
13.
PARTAI AMANAT NASIONAL 2004
7303324
52
14.
PARTAI KARYA PEDULI BANGSA 2004
2399290
2
15.
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA 2004
11989564
52
16.
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA 2004
8325020
45
17.
PARTAI BINTANG REFORMASI 2004
2764998
13
18.
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN 2004
21026629
109
19.
PARTAI DAMAI SEJAHTERA 2004
2414254
12
20.
PARTAI GOLONGAN KARYA 2004
24480757
128
21.
PARTAI PATRIOT PANCASILA 2004
1073139
0
22.
PARTAI SARIKAT INDONESIA 2004
679296
0
23.
PARTAI PERSATUAN DAERAH 2004
657916
0
24.
PARTAI PELOPOR 2004
878932
2
.

Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004 diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan umum ini diselenggarakan selama 2 putaran, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Sebanyak 6 pasangan calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum
1.             K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa)
2.             Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)
3.             Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan)
4.             Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5.             H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
6.             H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)
Dari keenam pasangan calon tersebut, pasangan K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim tidak lolos karena berdasarkan tes kesehatan, Abdurrahman Wahid dinilai tidak memenuhi kesehatan.
Pemilu legislatif adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004.

Pemilihan umum putaran pertama

Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004, dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:

No.
Pasangan calon
Jumlah suara
Persentase
1.
H. Wiranto, SH.
Ir. H. Salahuddin Wahid
26.286.788
22,15%
2.
Hj. Megawati Soekarnoputri
H. Hasyim Muzadi
31.569.104
26,61%
3.
Prof. Dr. HM. Amien Rais
Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo
17.392.931
14,66%
4.
H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
39.838.184
33,57%
5.
Dr. H. Hamzah Haz
H. Agum Gumelar, M.Sc.
3.569.861
3,01%
Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.

Pemilihan umum putaran kedua

Tahap ini adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden).
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No.
Pasangan calon
Jumlah suara
Persentase
2.
Hj. Megawati Soekarnoputri
H. Hasyim Muzadi
44.990.704
39,38%
4.
H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
69.266.350
60,62%


Pemilu Legislatif 2004
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama.
DAFTAR PUSTAKA