SEJARAH
MASA PEMERINTAHAN
A.
Masa Pemerintahan KH.Abdurrahman
Wahid
1.
Proses Pengangkatan Presiden KH. Abdurrahman Wahid
v
Pemilihan
Umum Tahun 1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan
dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh
Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Pemilihan
Umum Tahun 1999 merupakan pemilu pertama pasca mundurnya Presiden Suharto dari
tampuk kekuasaan. Habibie, selaku pengganti Suharto, melaksanakan pemilu tiga
tahun lebih cepat dari waktu yang seharusnya dijadwalkan, yaitu tahun 2002. Atas desakan publik, Pemilu yang baru
atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera
diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13
bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya
Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk
dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang
merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian
dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan
wakil presiden yang baru. Selain itu percepatan
pemilu hasil tekanan rakyat pada pemerintahan Habibie ini dikarenakan ia
dipandang tidak memiliki legitimasi untuk memegang tampuk kekuasaan. Presiden
Habibie dianggap publik sebagai bagian dari Orde Baru yang mestinya turut
dilengserkan. Karenanya, hakekat pemilu 1999 pada dasarnya untuk membentuk
legitimasi baru atas siapapun yang akan menjadi Presiden pasca mundurnya
Suharto.
Diantara
hal-hal paling menyolok pada fase setelah keruntuhan Orde Baru adalah kecilnya
penolakan terhadap dibuangnya format politik dua partai satu Golkar dan
dipekenalkannya sistem multi partai. Tiba-tiba demokrasi multipartai seolah
dilihat sebagai satu-satunya pilihan yang berkelayakan. Hal ini mirip dengan
November 1945, masa terakhir ketika partai politik tumbuh subur di Indonesia.
Kemiripan itu adalah sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut: euphoria
setelah berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik, banyaknya kepentingan
politik yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak adanya otoritas politik
yang punya kemauan mencegah hal itu. Bahkan pandangan lain menempatkan
kelahiran lebih seratus partai politik dalam hitungan yang sangat singkat
sebagai fenomena yang mengalahkan periode awal berkembangnya partai politik
pasca Maklumat Nomor X Wakil Presiden.
Dengan pemilu dipercepat berarti yang
terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai
masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang
seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden
yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang
dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang
Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU
ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh
Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan
menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.
Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan
Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak
sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan
partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen
Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa
setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan
Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses
alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya
sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski
persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelum-nya.
Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan,
meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang
lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan
internasional.
Pemilu 1999
sering disebut sebagai pemilu transisi untuk masuk format politik yang lebih
demokratis. Pemilu menjadi semacam simpang jalan: apakah proses politik itu
terus setia pada jalur demokratisasi, berbelok jalan, atau bahkan berbalik arah
sama sekali. Pengalaman transisi berbagai negara menunjukkan kemana pendulum
transisi bergerak dari hasil pemilu.
Pemilu tahun
1999 diselenggarakkan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu kurang dari 5
bulan. KPU selaku penyelenggara pemilu dalam waktu yang singkat telah berhasil
merumuskan lebih dari 136 peraturan dan keputusan tentang tata cara pemilu.
Tidak hanya itu, KPU juga berhasil merencanakan dan menyelenggarakan pemilu
secara relatif lebih lancar seperti yang diperintahkan Undang-undang.
Pemilu 1999
dapat disebut sebagai pemilu anti tesis pemilu-pemilu Orde Baru. Banyak aspek
bertolak belakang dengan masa orde baru. Disebut demikian karena berbagai hal.
Pertama, liberalisasi politik yang melahirkan 48 peserta pemilu menjadikan
pemilu hampir diikuti oleh seluruh spektrum idiologi yang pernah ada di pentas
politik berbasis kelas, seperti PRD, dan partai dengan jalur aliran seperti
PBB, PDKB, dan PKD yang diharamkan selama Orde Baru berkuasa, muncul tanpa ada
yang mempersoalkan apalagi mengkontrol. Pluralisme politik Indonesia
benar-benar mengjawantah dalam partai yang berkompetensi dalam pemilu 1999.
Selanjutnya
pemilu berusaha dibangun di atas spirit baru, yaitu Luber plus Jurdil.
Diketahui bahwa pemilu pada Orde Baru dibangun asas LUBER (langsung, Umum,
Bebas, dan Rahasia) dengan mengabaikan aspek JURDIL (Jujur dan Adil) bagi
penyelenggara maupun peserta pemilu. Juga netralitas birokrasi. Birokrasi yang
selama Orde Baru dimobilisasi untuk mendukung dan menjadi bagian integral dari
Golkar berusaha dinetralisasikan untuk tidak memihak salah satu partai politik.
PNS tidak diperkenankan menjadi anggota dan pengurus partai politik. kalau ada
PNS yang menjadi anggota atau pengurus partai politik harus mendapatkan ijin
atasannya dan kemudian melepaskan jabatan negerinya.
v Hasil Pemilu 1999
Meskipun
masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu
1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti
yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu
1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di
beberapa Daerah Tingkat II di Sumatera Utara yang pelaksanaan pemungutan
suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan
atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.
Tetapi
tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan
suara dan pembagian kursi pada Pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan. Pada
tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara
perhitungan suara dengan dalih Pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap
penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai
tersebut adalah sebagai berikut:
v Partai yang Tidak Menandatangani Hasil
Pemilu 1999.
Nomor
|
Nama Partai
|
1.
|
Partai Keadilan
|
2.
|
PNU
|
3.
|
PBI
|
4.
|
PDI
|
5.
|
Masyumi
|
6.
|
PNI Supeni
|
7.
|
Krisna
|
8.
|
Partai KAMI
|
9.
|
PKD
|
10.
|
PAY
|
11.
|
Partai MKGR
|
12.
|
PIB
|
13.
|
Partai SUNI
|
14.
|
PNBI
|
15.
|
PUDI
|
16.
|
PBN
|
17.
|
PKM
|
18.
|
PND
|
19
|
PADI
|
20.
|
PRD
|
21.
|
PPI
|
22.
|
PID
|
23.
|
Murba
|
24.
|
SPSI
|
25.
|
PUMI
|
26
|
PSP
|
27.
|
PARI
|
Karena
ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada
presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan
kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti
keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan
tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomen-dasi bahwa pemilu sudah sah.
Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut
keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu
sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat tanggal 26 Juli 1999.
Setelah
disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan
pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian kursi di
PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI,
khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang
melakukan stembus accoord. Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai
Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi.
Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa
mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan
pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di KPU perbedaan
pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi. Opsi
pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus
accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya
12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43
suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi
dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.
Berbekal
keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil
pemilu pada tanggal 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan,
lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang
diperebutkan.
Sebagai
pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan
perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen
sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997.
PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan
11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31
kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen,
mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni
PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau
kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997. Selengkapnya hasil perhitungan
pembagian kursi itu seperti terlihat dalam tabel di bawah.
No.
|
Nama Partai
|
Suara DPR
|
Kursi Tanpa SA
|
Kursi Dengan SA
|
1.
|
PDIP
|
35.689.073
|
153
|
154
|
2.
|
Golkar
|
23.741.749
|
120
|
120
|
3.
|
PPP
|
11.329.905
|
58
|
59
|
4.
|
PKB
|
13.336.982
|
51
|
51
|
5.
|
PAN
|
7.528.956
|
34
|
35
|
6.
|
PBB
|
2.049.708
|
13
|
13
|
7.
|
Partai Keadilan
|
1.436.565
|
7
|
6
|
8.
|
PKP
|
1.065.686
|
4
|
6
|
9.
|
PNU
|
679.179
|
5
|
3
|
10.
|
PDKB
|
550.846
|
5
|
3
|
11.
|
PBI
|
364.291
|
1
|
3
|
12.
|
PDI
|
345.720
|
2
|
2
|
13.
|
PP
|
655.052
|
1
|
1
|
14.
|
PDR
|
427.854
|
1
|
1
|
15.
|
PSII
|
375.920
|
1
|
1
|
16.
|
PNI Front Marhaenis
|
365.176
|
1
|
1
|
17.
|
PNI Massa Marhaen
|
345.629
|
1
|
1
|
18.
|
IPKI
|
328.654
|
1
|
1
|
19.
|
PKU
|
300.064
|
1
|
1
|
20.
|
Masyumi
|
456.718
|
1
|
-
|
21.
|
PKD
|
216.675
|
1
|
-
|
22.
|
PNI Supeni
|
377.137
|
-
|
-
|
23
|
Krisna
|
369.719
|
-
|
-
|
24.
|
Partai KAMI
|
289.489
|
-
|
-
|
25.
|
PUI
|
269.309
|
-
|
-
|
26.
|
PAY
|
213.979
|
-
|
-
|
27.
|
Partai Republik
|
328.564
|
-
|
-
|
28.
|
Partai MKGR
|
204.204
|
-
|
-
|
29.
|
PIB
|
192.712
|
-
|
-
|
30.
|
Partai SUNI
|
180.167
|
-
|
-
|
31.
|
PCD
|
168.087
|
-
|
-
|
32.
|
PSII 1905
|
152.820
|
-
|
-
|
33.
|
Masyumi Baru
|
152.589
|
-
|
-
|
34.
|
PNBI
|
149.136
|
-
|
-
|
35.
|
PUDI
|
140.980
|
-
|
-
|
36.
|
PBN
|
140.980
|
-
|
-
|
37.
|
PKM
|
104.385
|
-
|
-
|
38.
|
PND
|
96.984
|
-
|
-
|
39.
|
PADI
|
85.838
|
-
|
-
|
40.
|
PRD
|
78.730
|
-
|
-
|
41.
|
PPI
|
63.934
|
-
|
-
|
42.
|
PID
|
62.901
|
-
|
-
|
43.
|
Murba
|
62.006
|
-
|
-
|
44.
|
SPSI
|
61.105
|
-
|
-
|
45.
|
PUMI
|
49.839
|
-
|
-
|
46
|
PSP
|
49.807
|
-
|
-
|
47.
|
PARI
|
54.790
|
-
|
-
|
48.
|
PILAR
|
40.517
|
-
|
-
|
Jumlah
|
105.786.661
|
462
|
462
|
Catatan:
1. Jumlah suara partai yang tidak
menghasilkan kursi mencapai 9.700.658. atau 9,17 persen dari suara yang sah.
2. Apabila pembagian kursi dilakukan
dengan sistem kombinasi jumlah partai yang mendapatkan kursi mencapai 37 partai
dengan jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi hanya 706.447 atau
0,67 persen dari suara sah.
Cara pembagian kursi hasil pemilihan kali ini tetap memakai
sistem proporsional dengan mengikuti varian Roget. Dalam sistem ini sebuah
partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah
pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.
Tetapi cara penetapan calon terpilih berbeda dengan Pemilu
sebelumnya, yakni dengan menentukan ranking perolehan suara suatu partai di
daerah pemilihan. Apabila sejak Pemilu 1977 calon nomor urut pertama dalam
daftar calon partai otomatis terpilih apabila partai itu mendapatkan kursi,
maka kini calon terpillih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terba-nyak
dari daerah di mana seseorang dicalonkan. Dengan demikian seseorang calon,
sebut saja si A, meski berada di urutan terbawah dari daftar calon, kalau dari
daerahnya partai mendapatkan suara terbesar, maka dialah yang terpilih. Untuk
cara penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II
ini sama dengan cara yang dipergunakan pada Pemilu 1971.
Bagaimanapun penyelenggaraan Pemilu-pemilu tersebut
merupakan pengalaman yang berharga. Sekarang, apakah pengalaman itu akan
bermanfaat atau tidak semuanya sangat tergantung pada penggunaannya untuk
masa-masa yang akan datang. Pemilu yang paling dekat adalah Pemilu 2004.
Pengalaman tadi akan bisa dikatakan berharga apabila Pemilu 2004 nanti memang
lebih baik daripada Pemilu 1999. Pemilu 1999 untuk banyak hal telah mendapat
pujian dari berbagai pihak. Dengan pengalaman tersebut, sudah seharusnyalah
kalau Pemilu 2004 mendatang lebih baik lagi.
2.
Sidang Umum MPR
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang
Umum. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar
Tanjung menjadi Ketua DPR. Dalam suasana Sidang Umum MPR yang digelar
dibawah pimpinan Ketua MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie
menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan
terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris MPR lewat Fraksi
PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan
Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Pada Sidang Paripurna MPR XII, mekanisme penolakan pertanggungjawaban
Presiden Habibie oleh MPR dilakukan melalui mekanisme voting dengan 355 suara
menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban
itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi presiden Republik
Indonesia. Pada umumnya, masalah-masalah yang
dipersoalkan oleh Fraksi-fraksi tersebut adalah masalah Timor-Timur, KKN
termasukan pengusutan kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di
luar Gedung DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti
Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban
Habibie, karena Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Rezim Orba.
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien
Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden
habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.
Habibie juga iklas terhadap penolakan pertanggungjawabannya oleh MPR. Menyusul
penolakan MPR terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie dan
pengunduran Habibie dalam bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat
sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman Wahid semakin solid, setelah
calon PresidenYusril Ihza Mahendra dari Fraksi Partai Bulan Bintang
mengundurkan diri melalui voting, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik
Indonesia keempat dan dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa
bakti 1999-2004. Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil
Presiden RI dengan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden
Abdurrahman Wahid. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir
pemerintahan Presiden Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang
Pertanggungjawaban Presiden RI B.J. Habibie.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman
Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet
Persatuan Nasional. ¹
Ada beberapa ketetapan dalam SU MPR 1999 yaitu sebagai
berikut.²
1) Ketetapan MPR No. I
Tahun 1999 tentang perubahan kelima atas Ketetapan MPR RI No I/MPR/1983 Tentang
peraturan tata tertib majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia.
2) Ketetapan MPR No. II
Tahun 1999 tentang peraturan tata tertib MPR RI.
3) Ketetapan MPR No.III
Tahun 1999 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing
Bacharudin Jusuf Habibie.
4) Ketetapan MPR No.IV
Tahun 1999 tentang garis-garis besar haluan negara tahun 1999-2004.
5) Ketetapan MPR No.V
Tahun 1999 tentang penentuan pendapat di Timur-Timur.
6) Ketetapan MPR No.VI
Tahun 1999 tentang tata cara pencalonan dan pemilihan presiden dan wakil
presiden.
7) Ketetapan MPR No.VII
Tahun 1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
8) Ketetapan MPR
No.VIII Tahun 1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
9) Ketetapan MPR No.IX
Tahun 1999 tentang penugasan badan pekerja MPR RI Untuk melanjutkan perubahan
UUD 1945.
B.
Konflik Presiden dan MPR
BEBERAPA sikap dan perilaku yang tidak
menarik dipertontonkan oleh Gus Dur dihadapan publik ketika dinobatkan sebagai
presiden. Antara lain mengadakan kunjungan keluar negeri yang berlebihan
dengan setumpuk alasan pembenaran.
Menjalin hubungan persahabatan antar negara,
mengundang investor asing untuk menanamkan modal, Meminta dukungan negara
sahabat untuk menjaga pecahnya negara kesatuan. Memperbaiki hubungan bilateral
dan multilateral dan sejumlah argumen lain lagi.
Sementara disisi lain, pada saat yang
bersamaan kondisi dalam negeri semakin mencekam dan mengenaskan atas beberapa
peristiwa seperti; Sampit, Aceh, Papua. Poso. Isak tangis kelaparan jutaan
rakyat pengungsi di NTT serta sulitnya jutaan keluarga membendung terpaan
badai krisis yang melilit rumah – rumah penduduk bangsa Indonesia sejak tahun
1997 hingga sekarang. Namun kondisi seperti ini hampir tak terjamahkan dan
bahkan cenderung terabaikan.
Bukan itu saja bahkan Gus Dur sering
mengumbar ucapan yang tidak patut dilakukan oleh seorang presiden misalnya:
Menstempel lembaga DPR sebagai taman kanak-kanak. Melontar kalimat sepele pada
pejabat negara dengan ucapan “Kok begitu saja repot “. Masih sederetan lagi
sikap dan perilaku yang dipertontonkan Gus Dur di masa pemerintahannya yang
cukup membingungkan rakyat dan pejabat. Mengangkat Letnan Jendral Chaeruddin
lsmail sebagai Wakapolri sementara presiden sendiri telah menghapus jabatan
Wakapolri dalam struktur Polisi RI. Menonaktifkan Jendral Bimantoro selaku
Kapolri tanpa persetujuan DPR. Bahkan Gus Dur nekat melantik Chaeruddin Ismail
selaku PJS Kapolri meskipun tanpa tongkat komando yang tidak lazim dalam
tradisi jabatan Kapolri. Inilah suatu sejarah baru yang ditoreh oleh KH.
Abdurrahman Wahid selama masa pemerintahannya dan akan terus dikenang oleh
berjuta juta anak bangsa sepanjang republic.
Melihat fakta-fakta ini yang akan berakibat
fatal terhadap tatanan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang terpelihara
selama ini maka atas dasar desakan mosi tidak percaya dari DPR. Amien Rais
bersama pimpinan MPR lainnya tergerak untuk menggelar sidang istimewa dengan
dalil meminta pertanggung jawaban presiden selaku mandataris MPR yang
direncanakan berlangsung pada 1 Agustus 2001.
Namun sikap ketua MPR tersebut tidak
dipedulikan oleh Gus Dur bahkan justru presiden memberikan ancaman pada Amien
Rais akan membubarkan MPR dan DPR bila agenda dalam sidang istimewa tidak
diubah. Di dalam pikiran Gus Dur konflik yang terjadi antara DPR dengan
presiden masih bisa diselesaikan dengan jalan kompromi bukan dengan jalan
sidang istimewa. Namun pikiran Gus Dur ini ditolak oleh Anggota MPR sebab Gus
Dur selama pemerintahannya sering mengingkari kesepakatan yang telah dibuat
bersama.
Karena tidak terjadi kompromi diantara Amien
Rais dengan Gus Dur ditambah lagi Gus Dur berani menerobos ” lampu merah ” yang
dipasang oleh DPR dengan melantik Jenderal Chaeruddin Ismail sebagai P.IS
Kapolri tanpa persetujuan DPR maka anggota MPR (Minus FKB-FPDKB). Sepakat
untuk mempercepat pelaksanaan sidang Istimewa MPR dari rencana tanggal 1
Agustus 2001 menjadi tanggal 21 Juli 2001. Percepatan pelaksanaan sidang
istimewa ini serta agenda sidang tetap meminta pertanggungjawaban presiden,
maka Gusdur selaku kepala negara /Panglima Tertinggi Angkatan Perang lagi-lagi
menoreh sejarah hitam dalam ketatanegaraan Republik Indonesia yakni dengan
mengeluarkan sebuah maklumat (Dekrit) pada hari senin tanggal 23 Juli 2001
pukul 01.10 Wib yang isinya antara lain: Membekukan MPR-DPR. Mengembalikan
Kedaulatan Rakyat ke tangan Rakyat Indonesia, dan Membentuk Badan-Badan yang
diserahkan untuk mengadakan Pemilu Satu Tahun serta membekukan Partai Golkar
sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Keputusan ini sungguh merupakan suatu
sejarah baru dalam ketatanegaraan Republik Indonesia yang ditoreh oleh
Abdurrahman Wahid selaku presiden sebab maklumat ini tidak memiliki arti
apa-apa karena tidak didukung oleh TNI Polri dan rakyat pada umumnya bahkan
maklumat tersebut dianulir oleh wasit (Mahkamah Agung) sebagai tindakan yang
tidak sah sehingga maklumat itu hanyalah menjadi “Kenangan Belaka”.
C.
Masa Pemerintahan Megawati
Megawati Soekarnoputri adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia
merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan merupakan anak dari
presiden Indonesia pertama. Megawati juga merupakan ketua umum Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
sejak memisahkan diri dari Partai
Demokrasi Indonesia pada tahun
1999. Pemilu 1999.
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada 23
Juli 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Megawati dilantik pada 23 Juli 2001, sebelumnya
dari tahun 1999-2001, ia
menjabat Wakil
Presiden di bawah Gus Dur. Masa
pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi
di Indonesia, diakannya pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan
secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di
Indonesia.
Kebijakan
ekonomi di era Megawati:
1. Secara faktual, pemerintahan Megawati
menjalankan kebijakan privatisasi berdasarkan desakan dari luar, khsusunya IMF
dan bank dunia. Bedanya, jika Megawati hanya melanjutkan kesepakatan yang
dibuat pemerintahan sebelumnya, Habibie, melalui stuctrual adjustment program
(SAP).
2. Selain itu, pertimbangan melakukan privatisasi
dijaman megawati adalah untuk mencari pendanaan untuk menutupi deficit APBN.
Seperti diketahui, Megawati mewarisi sebuah kondisi ekonomi yang compang
camping akibat krisis ekonomi 1997.
3. Berdasarkan catatan kami, Periode
1991-2001, pemerintah Indonesia 14 kali memprivatisasi BUMN. Yang
terprivatisasi 12 BUMN.
4. Pada masa pemerintahan Megawati,
kerjasama ekonomi dan politik luar negeri tidak begitu determinis di bawah
kendali sebuah negara.
5. Di masa pemerintahan Megawati, kerjasama
ekonomi dan politik juga dilakukan diluar blok AS dan sekutunya, seperti
kerjasama pembelian pesawat Sukhoi dengan Rusia dan kerjasama perdagangan
dengan China.
6. Selain itu, pemerintahan Megawati berusaha
keras untuk keluar dari jebakan IMF. Hanya saja, usaha itu dibiaskan oleh
Budiono, menteri keuangan waktu itu, dengan menandatangi post program
monitoring (PPM) yang berarti melanjutkan campur tangan IMF secara sembunyi-sembunyi.
7. Untuk perlindungan terhadap perempuan dan
TKI di luar negeri, pemerintahan megawati pernah mengajukan tiga RUU, yaitu
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan di
Lingkungan Kerja dan Rumah Tangga, RUU Pekerja di Luar Negeri, dan RUU Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
Perkembangan politik Indonesia di masa pemerintahan megawati, terkait tentang
1.
Konflik
Poso
2.
Masalah
terorisme
3.
Program
dan kebijakan pemerintah
4.
Program
pelaksanaan pemilu 2004
Perekonomian Indonesia masa pemerintahan
Megawati ,
yakni :
Ketika
dua minggu pertama pemerintahan Megawati, rupiah mengalami penguatan hingga
menembus angka Rp. 8.650 per dolar AS. Tetapi harapan itu segera sirnah setelah
menginjak bulan ketiga posisi rupiah kembali merosot ketingkat Rp. 10.250 per
dolar AS.
Agenda
utama perekonomian Indonesia masa pemerintahan megawati adalah upaya perbaikan
hubungan dengan lembaga lembaga keuangan multilateral terutama IMF.
Ideologi Pendidikan dalam lingkaran neoliberalisme
Pembangunan yang diperjuangkan
DPP-PDI Perjuangan adalah: pola pembangunan yangdiarahkan pada pertumbuhan yang
berkeseimbangan, yang berdaya tahan, dan yangmampu melakukan kesinambungan
secara sistemik.
Privatisasi BUMN
Di bidang ekonomi, pemerintah begitu
memanjakan kekuatan asing. Perusahan negarayang strategis malah diobral murah
satu per satu. Sebut saja Indosat, Telkom, Metrosel,Astra, Indofood, sejumlah
stasiun TV, dan Garuda Indonesia.
Agenda reformasi yang terlupakan : ancaman
disintegrasi
Terorisme sebagai isu global
Terhadap isu global memerangi apa
yang disebut sebagai “terorisme”, pemerintahcenderung
mengekor instruksi asing (Amerika Serikat dan sekutunya).
Pendidikan Murah : Sebagai Kemustahilan
Hasil survey CESDA-LP3ES
Untuk penanganan masalah-masalah sosial – seperti pendidikan dan
kesehatan, misalnya pemerintah Megawati dinilai kurang optimal.
Reformulasi Konsep Pendidikan
"Dunia pendidikan dapat
memberi andil dengan membina kehidupan kerohanian disekolah dan di rumah
tangga.
Mencabut Subsidi Masyarakat
Demo yang berupaya menggoyang
pemerintahan Megawati menyusul kenaikan hargaBBM, TDL dan telepon ternyata tak
menggoyahkan Mega.
KKN merajalela
Menjelang Pemilu 2004
diperkirakan akan semakin menggila. Kalangan mahasiswa layak kecewa.
Tuntutan utama gerakan reformasi yang dimotori anak-anak muda ini tak
bisadipenuhi Pemerintahan Megawati-Hamzah.
Beberapa Prestasi Megawati selama 3 tahun memeritah
1.
Menstabilkan fundamen ekonomi makro meliputi inflasi, BI rate, pertumbuhan
ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar, angka kemiskinan.
2.
Melakukan stabilisasi kondisi polhukkam dalam negeri peninggalan pemerintahan
sebelumnya (1998-2001) yang penuh dgn “kegaduhan” sehingga Indonesia bisa
kembali membangun.
3.
Memberikan kondisi yang kondusif bagi legislative untuk melakukan fungsi
legislasinya sehingga banyak UU yang telah disahkan pada masa kepemimpinan mega
dibandingkan masa pemerintah lain (HBB, GD, Sby).
4.
Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital diantaranya meliputi Tol
Cipularang (Cikampek-bandung), Tol Cikunir, Jembatan Suramadu Jatim, Rel ganda
Serpong – Jkt, Rel ganda Jakarta – Bandung & bnyk pembangunan infrastruktur
lainnya.
5.
Mulai melakukan pemberantasan KKN diantaranya dengan keberanian me
-nusakambang- kan dan memenjarakan kroni Soeharto (Tommy Soehato, Bob Hasan dan
Probosutedjo) dan menangkap konglomerat bermasalah Nurdin Halid. KPK didirikan
pada masa pemerintahan megawati.
6.
Berhasil menyehatkan perbankan nasional yang collapse setelah krisis ekonomi
1998 terbukti dengan dibubarkan BPPN pada Februari 2004 yang telah selesai
melaksanakan tugasnya. Hasilnya bisa dirasakan saat ini perbankan nasional
menjadi relative sehat.
7.
Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia
sudah keluar dari krisis ekonomi yg terjadi sejak tahun 1998 dan Indonesia yang
lebih mandiri.
8.
Melakukan pemerataan pembangunan dengan membentuk provinsi baru berdasarkan
kebutuhan yaitu Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Papua
Barat.
9.
Politik luar negeri yang lebih bebas dan aktif diantaranya dengan mengutuk
agresi militer yg dilakukan AS ke Iraq dan menolak permintaan AS untuk
menyerahkan Abu Bakar Baasyir ke AS.
10.
Berhasil membeli pesawat tempur Sukhoi dan heli Mi-35 dari Rusia tanpa perlu
gembar gembor dan memberatkan APBN. Ini juga menjaga citra kemandirian
Indonesia dari kooptasi Negara adi daya Amerika Serikat.
11.
Berhasil menghasilkan 45 milyar dolar AS dari penjualan LNG Tangguh ke China,
Korea dan Meksiko selama 20 tahun ke depan. Harga kontrak dapat dievaluasi
setiap 4 tahun.
12.
Berhasil mengungkapkan para pelaku terorisme diantaranya Bom Bali I dan II yang
telah menewaskan ratusan orang yaitu dengan menangkap Amrozi, Imam samudra,
Mukhlas dan Al faruq dan kasus pengeboman lain yaitu Bom JW marriot, Kedubes
Australia dan Bom BEJ dan Medan
13.
Melakukan operasi kesejahteraan dan militer di Aceh yaitu dengan mengembalikan
proporsi pendapatan dari Lapangan Arun sebagian besar kepada rakyat Aceh dgn
status daerah Otonomi Khusus dan menangkap anggota GAM bersenjata sehingga
jumlahnya hanya tinggal ratusan dan lari ke hutan. Indonesia juga berhasil
menangkap dan mengadili ratusan anggota GAM dan para petinggi GAM di Indonesia
yaitu Muzakir manaf, Irwandy Yusup dll dan memenjarakannya.
Selain
prestasi-prestasi yang diraih, ada kegagalan dalam pemerintahan megawati,
seperti :
Megawati
dianggap gagal melaksanakan agenda reformasi dan tidak mampu mengatasi krisis
bangsa. Menurut beberapa pengamat politik dan pemerintahan, kebijakan
pemerintah Megawati sepanjang tahun 2002 cenderung mengabaikan aspirasi
rakyat dan hanya berorientasi pada kepentingan kalangan tertentu serta tidak
mampu melepaskan Indonesia dari tekanan pihak-pihak asing, kegagalan diplomasi
Indonesia sehingga kepulauan Sipadan-Ligitan lepas dari Indonesia, serta kasus
penjualan saham Indosat, gejala munculnya pola lama dalam pemerintahan Megawati
yaitu pendekatan represif dalam menyelesaikan masalah dan sakralisasi lembaga
kepresidenan, kegagalan partai politik yang terlibat dalam pemerintahan gotong
royong dalam mengartikulasi kepentingan rakyat, tak ada upaya pemberantasan KKN, sebaliknya
praktik korupsi makin terang-terangan dan meluas, kebijakan pemerintah yang
memberi pengampunan terhadap sejumlah koruptor jelas mengingkari nilai keadilan
Kegagalan
Pemerintahan Megawati dalam menjalankan Reformasi Birokrasi ini mengakibatkan
kepercayaan rakyat terhadap Presiden Megawati menjadi menurun akibatnya dalam
pemilihan Presiden secara langsung Rakyat menaruh harap perubahan pada pasangan
SBY – JK.
D.
Pemilihan Umum Tahun 2004
v Sejarah
Pemilu 2004
Pemilihan Umum Tahun 2004
Dilaksanakan pada 5 April 2004
Jumlah Peserta : 24 partai
Dilaksanakan pada 5 April 2004
Jumlah Peserta : 24 partai
Pemilihan
Umum tahun 2004 merupakan eksperimen demokrasi Indonesia baru. pemilu 2004 merupakan
pemilu kedua setelah Presiden Suharto lengser, meskipun demikian, pada pemilu
kedua ini memiliki perbedaan yang sangat jauh dalam banyak hal dengan pemilu
1999. Hal ini karena pemilu 2004 merupakan pemilu pertama setelah amandemen
ke-4 UUD 1945. Melalui amandemen struktur politik Indonesia dirubah sedemikian
rupa sehingga mempengaruhi proses rekruitmen elit politik.
Beberapa
perubahan penting dalam amandemen yang berkaitan dengan pemilu adalah dalam hal
mekanisme pemilihan presiden-wakil presiden dan dibentuknya lembaga baru yang
bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perubahan terjadi juga pada pola
rekruitmen kepala daerah yang efektif dilakukan setelah pemilu nasional 2004.
Menurut
konstitusi 1945 hasil amandemen ke-4, pemilihan pasangan presiden dan wakil
presiden tidak lagi dipilih melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Konstitusi mengamanatkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh
rakyat secara langsung melalui mekanisme pemilu.
Terkait
dengan DPD, kehadiran lembaga ini menjadikan konsep perwakilan yang dianut
Indonesia bergeser dari unicameral menjadi bicameral. Secara prinsip, konsep
perwakilan yang ada di DPD, sesuai namanya, adalah wujud dari representasi
ruang/daerah. Ide perwakilan ruang ini terbentuk untuk mengkompensasi kelemahan
dalam perwakilan politik yang ada di DPR. Di dewan terjadi ketidak seimbangan
antara perwakilan politik yang berasal dari Jawa dan luar Jawa. Akibatnya,
jumlah wakil yang ada di DPR lebih banyak berasal dari daerah Pulau Jawa
dibandingkan wakil dari daerah luar Pulau Jawa. Dengan hadirnya DPD, ketidak
seimbangan itu berusaha diatasi.
Pemilu 2004
dapat dikatakan sebagai jalan yang sama sekali baru bagi Indonesia dalam
menapaki demokrasi perwakilan. Kebaruan itu pada suatu sisi adalah akibat dari
dampak perubahan konstitusi seperti yang disebutkan diatas, dan pada sisi yang
lain adalah efek dari kebebasan terhadap metode berpolitik aktor-aktor politik
dan civil society.
Hasil Pemungutan Suara :
No Urut
|
Nama Partai
|
Jumlah Suara
|
Jumlah Kursi
|
1.
|
PARTAI NASIONAL INDONESIA MARHAENISME 2004
|
923159
|
1
|
2.
|
PARTAI BURUH SOSIAL DEMOKRAT
|
636056
|
0
|
3.
|
PARTAI BULAN BINTANG 2004
|
2970487
|
11
|
4.
|
PARTAI MERDEKA 2004
|
842541
|
0
|
5.
|
PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN 2004
|
9248764
|
58
|
6.
|
PARTAI PERSATUAN DEMOKRASI KEBANGSAAN 2004
|
1313654
|
5
|
7.
|
PARTAI PERHIMPUNAN INDONESIA BARU 2004
|
672952
|
0
|
8.
|
PARTAI NASIONAL BANTENG KEMERDEKAAN 2004
|
1230455
|
1
|
9.
|
PARTAI DEMOKRAT 2004
|
8455225
|
57
|
10.
|
PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA 2004
|
1424240
|
1
|
11.
|
PARTAI PENEGAK DEMOKRASI INDONESIA 2004
|
855811
|
1
|
12.
|
PARTAI PERSATUAN NAHDATUL UMMAH INDONESIA 2004
|
895610
|
0
|
13.
|
PARTAI AMANAT NASIONAL 2004
|
7303324
|
52
|
14.
|
PARTAI KARYA PEDULI BANGSA 2004
|
2399290
|
2
|
15.
|
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA 2004
|
11989564
|
52
|
16.
|
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA 2004
|
8325020
|
45
|
17.
|
PARTAI BINTANG REFORMASI 2004
|
2764998
|
13
|
18.
|
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN 2004
|
21026629
|
109
|
19.
|
PARTAI DAMAI SEJAHTERA 2004
|
2414254
|
12
|
20.
|
PARTAI GOLONGAN KARYA 2004
|
24480757
|
128
|
21.
|
PARTAI PATRIOT PANCASILA 2004
|
1073139
|
0
|
22.
|
PARTAI SARIKAT INDONESIA 2004
|
679296
|
0
|
23.
|
PARTAI PERSATUAN DAERAH 2004
|
657916
|
0
|
24.
|
PARTAI PELOPOR 2004
|
878932
|
2
|
.
|
Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia 2004
diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya
diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan umum ini diselenggarakan selama 2
putaran, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Muhammad
Jusuf Kalla.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu
pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan
cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini,
rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui
Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden
tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang
dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden),
bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
2.
Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono
Yudo Husodo
(dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)
4.
Hj. Megawati
Soekarnoputri
dan K. H. Ahmad Hasyim
Muzadi (dicalonkan oleh
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5.
H. Susilo Bambang
Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat,
Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
Dari
keenam pasangan calon tersebut, pasangan K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah
Daud Ibrahim
tidak lolos karena berdasarkan tes kesehatan, Abdurrahman Wahid dinilai tidak
memenuhi kesehatan.
Pemilu
legislatif adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu
presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Tahap pertama ini dilaksanakan pada 5 April 2004.
Pemilihan
umum putaran pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada
tanggal 5 Juli 2004, dan
diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan
pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar,
122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara,
119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No.
|
Pasangan calon
|
Jumlah suara
|
Persentase
|
1.
|
H. Wiranto, SH.
Ir. H. Salahuddin Wahid |
26.286.788
|
22,15%
|
2.
|
Hj. Megawati Soekarnoputri
H. Hasyim Muzadi |
31.569.104
|
26,61%
|
3.
|
Prof. Dr. HM. Amien Rais
Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo |
17.392.931
|
14,66%
|
4.
|
H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla |
39.838.184
|
33,57%
|
5.
|
Dr. H. Hamzah Haz
H. Agum Gumelar, M.Sc. |
3.569.861
|
3,01%
|
Karena tidak ada satu pasangan yang
memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua
yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilihan
umum putaran kedua
Tahap ini adalah babak terakhir yang
dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang
mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya demikian, dua
pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu
presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada Pemilu presiden putaran pertama
sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan
calon tersebut akan langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden).
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada
tanggal 20 September 2004 dan diikuti
oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada
tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705
orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054
suara (97,94%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No.
|
Pasangan calon
|
Jumlah suara
|
Persentase
|
2.
|
Hj. Megawati Soekarnoputri
H. Hasyim Muzadi |
44.990.704
|
39,38%
|
4.
|
H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla |
69.266.350
|
60,62%
|
Pemilu Legislatif 2004
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari
rangkaian tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik,
dan telah dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih
partai politik (sebagai persyaratan pemilu presiden) dan anggotanya untuk
dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Partai-partai politik yang
memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan
pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden
putaran pertama.
DAFTAR PUSTAKA